Emrus Sihombing, Akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH), menilai demonstrasi mendukung UU Cipta Kerja juga diperlukan di tengah polemik yang masih terjadi. Ia juga menilai bila ada demonstrasi mendukung UU Cipta Kerja merupakan hak demokrasi dan dijamin undang-undang.
“Sebab, isi UU Cipta Kerja berorientasi pada kesejahteraan rakyat Indonesia secara umum. Bahkan implementasi UU Cipta Kerja bisa berdampak Indonesia mengalami kekurangan tenaga perkerja di semua bidang dan tingkatan usaha, salah satu karena ada migrasi WNI dari pekerja menjadi pemilik usaha,” ungkap Emrus melalui keterangan tertulis, Rabu (1/3/2023).
Emrus mengungkap UU Cipta Kerja sudah menjadi realitas hukum setelah melalui realitas politik.
“Ketika realitas politik melalui proses eksternalisasi di ruang publik, berbagai kalangan mencurahkan pikiran dalam bentuk pandangan dan penilaian subyektif masing-masing tentang segala hal terkait RUU Cipta Kerja,” tuturnya.
Emrus menganggap semua orang bisa memberi pendapat yang ditujukan kepada siapapun terkait dengan RUU Cipta Kerja, sehingga masukan dan kritik dari berbagai kalangan mewarnai isi UU Cipta Kerja.
“Sebagai realitas hukum positif di negara kita, UU Cipta Kerja, menurut hemat saya, sebagaimana juga saya sampaikan di media arus utama di negeri ini, UU Cipta Kerja mampu membangun optimisme baru dalam penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan ke depan.” kata komunikolog ini.
“Tentu sejak UU Cipta Kerja benar-benar diimplementasikan tanpa ganggungan yang berarti. Baiknya lagi, UU ini pun mampu membangun kepastian hukum, termasuk pemberian sanksi yang terukur,” sambung Emrus.
bila6ditelisik secara seksama, kata Emrus, isi UU Cipta Kerja sarat kemudahan perizinan usaha yang berpeluang mengembangkan berbagai bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Prosedur dan alur birokrasi mendirikan bidang usaha menjadi sangat sederhana. Pendirian Perusahaan Terbatas (PT) pun, misalnya, sudah bisa hanya oleh satu orang atau disebut sebagai “PT perorangan”.
“Dengan UU Cipta Kerja, iklim usaha di tanah air berpihak kepada UMKM. Usaha Mikro mampu berkembang menjadi Usaha Kecil. Sedangkan Usaha Kecil bergerak menjadi Usaha Menangah yang pada gilirannya Usaha Menengah maju menjadi Bisnis Besar. Akibat ikutannya, bermunculan lagi Usaha Mikro baru. Demikian seterusnya,” ungkapnya.
Emrus juga melihat keseriusan pemerintah tentang UU Cipta Kerja agar berpihak kepada kesejahteraan sosial ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia terlihat pada isi Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpers) sebagai peraturan turunannya.
Sejumlah PP dan Perpres tersebut disusun dengan memperhatikan, menerima dan mempertimbangkan semua aspirasi masyarakat Indonesia terhadap setidaknya 11 bidang utama di UU Cipta Kerja.
Yaitu (1) Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha; (2) Perizinan Berusaha; (3) Ketenagakerjaan; (4) Kemudahan, Perlindungan serta Pemberdayaan Koperasi dan UMKM; (5) Kemudahan Berusaha.
Lalu (6) Dukungan Riset dan Inovasi; (7) Pengadaan Tanah; (8) Kawasan Ekonomi; (9) Investasi Pemerintah Pusat dan Percepatan Proyek Strategis Nasional; (10) Administrasi Pemerintahan; serta (11) Pembinaan dan Pengawasan serta Pengenaan Sanksi.
Sementara itu penolakan UU Cipta Kerja masih terus mengemuka.
Sebanyak 13 Serikat Pekerja melakukan sidang Pemeriksaan Pendahuluan untuk kedua kalinya terkait perkara uji formil Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (27/2/2023).
Beberapa Serikat Pekerja itu didampingi oleh kuasa hukumnya, Indrayana Center for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm.
Kuasa Hukum M Raziv Barokah mengatakan, dalam agenda tersebut para pemohon diberikan kesempatan untuk mengajukan perbaikan permohonannya berdasarkan nasihat-nasihat yang diberikan oleh panel Majelis Hakim Konstitusi.
“Lebih rinci agenda sidang hari ini adalah penyampaian perbaikan permohonan atas sidang pemeriksaan pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 14 Februari 2023 sebelumnya,” kata Senior Associate Integrity Law Firm M Raziv Barokah, dalam keterangan pers tertulis, Senin lalu.
Ia menuturkan, berdasarkan Pasal 22 UUD 1945, Perppu yang telah ditetapkan Presiden wajib mendapat persetujuan dari DPR RI pada masa persidangan berikutnya. Adapun jika Perppu tersebut tidak disetujui, maka harus dicabut.
Dalam sidang perbaikan permohonan itu, Raziv mengatakan, para pemohon memertegas dalil bahwa tidak ada keputusan DPR atas Perppu Cipta Kerja hingga saat ini. Hal itu, menurutnya, Perppu Cipta Kerja harus dicabut melalui UU Pencabutan Perppu Cipta Kerja.
“Akan tetapi, fakta yang terjadi, Presiden maupun DPR tidak mengajukan RUU Pencabutan Perppu Cipta Kerja sampai saat ini,” ungkapnya.
Selain itu, demonstrasi penolakan juga dilakukan di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/3023).