JAKARTA – Tahun 2024, Indonesia akan melaksanakan perhelatan politik yang besar. Pemilihan umum (Pemilu) akan dilaksanakan secara nasional yang meliputi pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD, dan juga pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.
Praktisi hukum Prof. Dr. Eggi Sudjana, S.H, M.Si. mengingatkan para kontestan pemilu agar menjalankan kampanye yang berkualitas dan menyehatkan demokrasi.
“Bukan kampanye gontok-gontokan, bukan kampanye yang merusak tatanan bangsa,” kata Eggi.
Ia juga mengimbau agar kontestan pesta demokrasi ini melakukan kampanye yang berintegritas. Termasuk yang menolak penggunaan politik SARA dan politik identitas.
“Kontestan harus lebih mengedepankan politik ide dan gagasan demi kemajuan bangsa,” sambungnya.
Diketahui, pada Senin (27/11), Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menggelar Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Tahun 2024 dihadiri tiga pasangan capres-cawapres yang bertarung dalam Pilpres 2024. Mereka adalah pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN); pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming; dan pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Deklarasi kampanye damai pemilu ini menandai awal mula masa kampanye Pilpres 2024 yang dimulai dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 mendatang. Selama masa kampanye, KPU akan menggelar debat capres-cawapres sebanyak lima kali.
Menurut Eggi, debat capres-cawapres 2024 menjadi momentum bagi publik untuk menilai para kandidat yang akan memimpin Indonesia dalam lima tahun mendatang. Dari sini, para kandidat yang bakal menempati kursi orang nomor satu dan dua Indonesia akan diuji gagasan serta visi dan misinya.
“Para capres-cawapres bisa mengumbar janji setinggi langit, tapi masyarakat yang akan menilai. Ukuran menilai para kandidat ditentukan bagaimana target janji mereka yang bisa terukur. Salah satu yang bisa dijadikan patokan oleh masyarakat adalah rekam jejak para kandidat. Hampir seluruhnya pernah duduk sebagai pejabat publik. Dari sini, publik bisa menilai sejauh mana mereka melakukan inisiatif dan inovasi saat menjabat sebagai pejabat publik,” kata Eggi.
Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara senior tersebut juga mengungkapkan gagasan yang sederhana terkait pemilu yang harus disambut dengan pesta pora artinya gembira.
“Jangan menyambut pemilu dengan penuh ketegangan, pemilu dengan penuh konflik dan pemilu dengan saling menghabisi. Itu tidak cerdas. Pemilu adalah hajat dalam berdemokrasi.” tegasnya.
“Pemilu itu bukan kewajiban tetapi hak dalam menggunakan hak pilihnya. Jadi beda pilihan biasa jangan menjadi konflik,” sambungnya.
Ia juga berpesan ke generasi muda agar menyambut Pemilu dengan damai tanpa konflik dan perpecahan.
“Sebagai generasi penerus bangsa jangan berkonflik dan hantam-hantaman. Pemilu adalah hak, pemilu adalah gembira, mari kita ciptakan pemilu yang aman dan damai,” pungkasnya.