Jakarta – Pengusaha hotel mempertanyakan konsep pemerintah membangun Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Tak hanya itu. Meski pemerintah tengah gencar mempromosikan investasi di IKN, pengusaha hotel masih ragu untuk terjun dan berinvestasi di ibu kota negara Indonesia yang baru itu.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus memberikan penawaran menarik kepada pengusaha untuk berinvestasi di IKN. Bahkan ia menyebut investasi di IKN merupakan langkah membeli masa depan, karena harga tanahnya masih murah. Jokowi menyebut harga tanah di IKN saat ini masih Rp400-Rp800 ribu per meter, sedangkan harga tanah di Jakarta sudah tembus Rp200 juta per meter.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyebut pernyataan Presiden itu sebagai upaya untuk menarik investor, agar tertarik membangun usahanya di IKN.
“Pada prinsipnya, investor itu baru akan bergerak kalau dia sudah melihat potential demand (permintaan yang potensial). Nah apa yang dikatakan Pak Presiden bahwa harga tanah di sana lebih murah dibandingkan Jakarta, itu kan satu gimmick untuk menarik investor ‘Oke daripada bangun di Jakarta mending bangun saja di IKN’ kan begitu,” kata Maulana kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (6/6/2024).
Menurutnya pengusaha juga akan tetap melihat dulu apakah pasar di IKN menjanjikan. Kemudian, pengusaha juga akan melihat keseriusan dari pembangunan IKN itu sendiri, apakah benar-benar memang sudah efektif pemerintahan berikutnya serius untuk memindahkan pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan.
“Ini kan sekarang kelihatannya dikejar-kejar biar cepat selesai sampai akhir pemerintah yang ini. Tapi kan di pemerintahan berikutnya juga akan dilihat lagi, apakah ini berlanjut atau tidak? Karena kan pembangunan di Indonesia juga nggak bisa lepas dari regulasi kebijakan dan politik. Tentu konsep perpolitikan di pemerintahan baru pasti akan berbeda dengan yang sekarang. Nah ini yang harus dilihat juga,” terang dia.
Menurutnya, pengusaha tidak bisa serta merta hanya membeli tanah kemudian membangun di IKN, tetapi mereka juga mesti melihat kepastian dari pasarnya itu sendiri.
Jadi, lanjut dia, perlu dilihat bagaimana konsep pembangunan investasinya, sebab faktor supply dan demand juga berlaku dalam industri perhotelan. Yusran meminta kejelasan pemerintah terkait tujuan utama pembangunan IKN. Menurutnya, sampai dengan saat ini pemerintah masih belum jelas ingin menjadikan IKN sebagai pusat pemerintahan baru, atau justru sebagai kota destinasi baru.
“Karena investor akomodasi (perhotelan) itu akan melihat seberapa kontinu dan seberapa stabil pasarnya. Kalau misal dia tidak terlalu masif, otomatis mereka tidak mendapatkan (target) okupansinya. Nah ini mesti jadi gambaran pemerintah juga,” tukasnya.
“Pemerintah harus jelas dulu. IKN ini sebetulnya tujuan dibangun untuk apa? Apakah ingin membuat sebuah destinasi baru atau ibu kota negara baru? Yang mana ini dibangun agar pemerintahan itu terpusat di satu tempat, sehingga mengurangi kemacetan juga yang sudah overload di Jakarta. Itu kan harus dijelasin,” kata Maulana.
Jika pemerintah membangun IKN menggunakan embel-embel konsep objek wisata dan berbagai macam fasilitas atraksi, menurutnya pemerintah menjadi tidak fokus dengan tujuan utamanya membangun ibu kota baru RI tersebut. Dia pun mencontohkan strategi yang digunakan Malaysia.
“Saya contohkan lah di Malaysia, bahwa pusat pemerintahannya ada di Putrajaya. Tapi kan itu mereka memang tempat pemerintahan saja, tidak menjadi satu destinasi baru, melainkan hanya menjadi tempat pusat kegiatan pemerintah saja,” jelasnya.